TUGAS POLISI AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR
Amar ma'ruf nahi munkar (al`amru bil-ma'ruf wannahyu'anil-mun'kar) adalah sebuah frasa dalam bahasa arab yang maksudnya sebuah perintah untuk mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik dan mencegah hal-hal yang buruk bagi masyarakat. Frasa ini dalam Islam hukumnya adalah wajib.
PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN
Banyak pakar manajemen yang mengemukakan pendapatnya tentang kepemimpinan. Dalam hal ini dikemukakan George R. Terry (2006 : 495), sebagai berikut: “Kepemimpinan adalah kegiatan-kegiatan untuk mempengaruhi orang orang agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan kelompok secara sukarela.”
Dari defenisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kepemimpinan ada keterkaitan antara pemimpin dengan berbagai kegiatan yang dihasilkan oleh pemimpin tersebut. Pemimpin adalah seseorang yang dapat mempersatukan orang-orang dan dapat mengarahkannya sedemikian rupa untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh seorang pemimpin, maka ia harus mempunyai kemampuan untuk mengatur lingkungan kepemimpinannya.
Kepemimpinan menurut Halpin Winer yang dikutip oleh Dadi Permadi (2000 : 35) bahwa : “Kepemimpinan yang menekankan dua dimensi perilaku pimpinan apa yang dia istilahkan “initiating structure” (memprakarsai struktur) dan “consideration” (pertimbangan). Memprakarsai struktur adalah perilaku pemimpin dalam menentukan hubungan kerja dengan bawahannya dan juga usahanya dalam membentuk pola-pola organisasi, saluran komunikasi dan prosedur kerja yang jelas. Sedangkan pertimbangan adalah perilaku pemimpin dalam menunjukkan persahabatan dan respek dalam hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya dalam suatu kerja.”
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan:
bahwa kepemimpinan adalah “proses mempengaruhi aktivitas seseorang atau kelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.”
Dari defenisi kepemimpinan itu dapat disimpulkan bahwa proses kepemimpinan adalah fungsi pemimpin, pengikut dan variabel situasional lainnya.
Perlu diperhatikan bahwa defenisi tersebut tidak menyebutkan
suatu jenis organisasi tertentu. Dalam situasi apa pun dimana seseorang berusaha mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok, maka sedang berlangsung kepemimpinan dari waktu ke waktu, apakah aktivitasnya dipusatkan dalam dunia usaha, pendidikan, rumah sakit, organisasi politik atau keluarga, masyarakat, bahkan bangsa dan negara.
Sedangkan George R Terry (2006 : 124), mengemukakan 8 (delapan) ciri mengenai kepemimpinan dari pemimpin yaitu :
(1) Energik, mempunyai kekuatan mental dan fisik;
Sedangkan kapabilitas adalah kamampuan pemimpin dalam menata visi, misi, dan strategi serta dalam mengembangkan sumber-sumber daya manusia untuk kepentingan memajukan organisasi dan atau wilayah kepemimpinannya. ”Kredibilitas pribadi yang ditampilkan pemimpin yang menunjukkan kompetensi seperti mempunyai kekuatan keahlian (expert power) disamping adanya sifat-sifat, nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang positif (moral character) bila dikalikan dengan kemampuan pemimpin dalam menata visi, misi, dan strategi organisasi/ wilayah yang jelas akan merupakan suatu kekuatan dalam menjalankan roda organisasi/wilayah dalam rangka mencapai tujuannya.
Kepemimpinan Dalam IslamKepemimpinan Islam adalah kepemimpinan yang berdasarkan hukum Allah. Oleh karena itu, pemimpin haruslah orang yang paling tahu tentang hukum Ilahi. Setelah para imam atau khalifah tiada, kepemimpinan harus dipegang oleh para faqih yang memenuhi syarat-syarat syariat. Bila tak seorang pun faqih yang memenuhi syarat, harus dibentuk ‘majelis fukaha’.”
Sesungguhnya, dalam Islam, figur pemimpin ideal yang menjadi contoh dan suritauladan yang baik, bahkan menjadi rahmat bagi manusia (rahmatan linnas) dan rahmat bagi alam (rahmatan lil’alamin) adalah Muhammad Rasulullah Saw., sebagaimana dalam firman-Nya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS.al-Ahzab [33]: 21).
Sebenarnya, setiap manusia adalah pemimpin, minimal pemimpin terhadap seluruh metafisik dirinya. Dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas segala kepemimpinannya. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam sabda Rasulullah Saw., yang maknanya sebagai berikut : “Ingatlah! Setiap kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya, seorang suami adalah pemimpin keluarganya dan ia akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya, wanita adalah pemimpin bagi kehidupan rumah tangga suami dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya. Ingatlah! Bahwa kalian adalah sebagai pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya,” (Al-Hadits).
Kemudian, dalam Islam seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki sekurang-kurangnya 4 (empat) sifat dalam menjalankan kepemimpinannya, yakni : Siddiq, Tabligh, Amanah dan Fathanah (STAF):
Selain itu, juga dikenal ciri pemimpin Islam dimana Nabi Saw pernah bersabda: “Pemimpin suatu kelompok adalah pelayan kelompok tersebut.” Oleh sebab itu, pemimpin hendaklah ia melayani dan bukan dilayani, serta menolong orang lain untuk maju. Dr. Hisham Yahya Altalib (1991 : 55), mengatakan ada beberapa ciri penting yang menggambarkan kepemimpinan Islam yaitu :
Dalam mengendalikan urusannya ia harus patuh kepada adab-adab Islam, khususnya ketika berurusan dengan golongan oposisi atau orang-orang yang tak sepaham;
Keempat, Pengemban amanat. Pemimpin menerima kekuasaan sebagai amanah dari Allah Swt., yang disertai oleh tanggung jawab yang besar. Al-Quran memerintahkan pemimpin melaksanakan tugasnya untuk Allah dan menunjukkan sikap yang baik kepada pengikut atau bawahannya.
Dalam Al-Quran Allah Swt berfirman : “(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. al-Hajj [22]:41).
Secara ringkas penulis ingin mengemukakan bahwasanya pemimpin Islam bukanlah kepemimpinan tirani dan tanpa koordinasi. Tetapi ia mendasari dirinya dengan prinsip-prinsip Islam. Bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya secara obyektif dan dengan penuh rasa hormat, membuat keputusan seadil-adilnya, dan berjuang menciptakan kebebasan berfikir, pertukaran gagasan yang sehat dan bebas, saling kritik dan saling menasihati satu sama lain sedemikian rupa, sehingga para pengikut atau bawahan merasa senang mendiskusikan persoalan yang menjadi kepentingan dan tujuan bersama. Pemimpin Islam bertanggung jawab bukan hanya kepada pengikut atau bawahannya semata, tetapi yang jauh lebih penting adalah tanggung jawabnya kepada Allah Swt. selaku pengemban amanah kepemimpinan. Kemudian perlu dipahami bahwa seorang muslim diminta memberikan nasihat bila diperlukan, sebagaimana Hadits Nabi dari :Tamim bin Aws meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Saw. pernah bersabda:
dalam Organisasi
Karena itu ajaklah beriman dan sabarlah sebagaimana diperintahkan kepadamu, dan janganlah ikut hawa nafsu mereka, tapi katakanlah, “Aku beriman pada apa yang diturunkan Allah tentang Kitab dan aku diperintahkan berbuat adil di antara kamu. Allah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami tanggung jawab atas perbuatan kami dan bagi kamu atas perbuataan kamu. Tidak perlu ada pertengkaran antara kami dengan kamu; Allah akan menghimpun kita semua, dan kepada-Nya kembali.” (Asy-Syura [42]: 15)
Orang-orang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, sebagai saksi karena Allah, dan janganlah kebencian orang kepadamu membuat kamu berlaku tidak adil. Berlakulah adil. Itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah Maha Tahu apa yang kamu kerjakan. (Al-Maidah [5]: 8)
Pada umumnya, orang yang memberikan sejumlah uang atau harta dengan cara tidak resmi dan dengan tujuan supaya berhasil menjadi PNS disebut penyuap dan ia berdosa karena melakukan hal yang diharamkan oleh syariat Islam. Dalilnya, firman Allah berikut:
Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” [QS. al-Baqarah (2): 188]
Dan hadis Nabi Muhammad saw seperti berikut:
Selain itu, para ulama telah berijma’ bahwa suap-menyuap itu hukumnya haram. Di antara yang meriwayatkan adanya ijma’ atas pengharaman suap-menyuap adalah As-Syaukani dan As-San’ani. Namun pemberi sejumlah uang atau benda lain dalam hal menjadi PNS ini, dapat dirinci menjadi dua kelompok: Pertama, orang yang tidak berhak atas pekerjaan yang dikehendakinya karena dia tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan. Misalnya, seorang lulusan S-1 memberikan sejumlah uang atau benda lain untuk diterima menjadi PNS, padahal syaratnya adalah lulusan S-2. Kedua, orang yang berhak atas pekerjaan tersebut karena telah memenuhi syarat-syaratnya, dan kemudian akan diseleksi untuk menentukan siapa yang diterima. Misalnya, dalam suatu pendaftaran CPNS dibutuhkan 20 orang, namun pendaftar yang memenuhi syarat berjumlah 150 orang. Di antara mereka, ada yang memberikan sejumlah uang atau benda lain agar masuk dalam 20 orang yang diterima.
Kelompok pertama jelas melakukan sesuatu yang diharamkan karena melakukan suap atas sesuatu yang bukan haknya dan ini berarti merampas hak orang lain (mendzalimi orang lain). Sementara kelompok kedua yang berhak atas pekerjaan tersebut dapat dirinci lagi menjadi dua bentuk, yaitu: (1) Jika memberikan sejumlah uang atau benda lain itu dilakukan supaya bisa mengalahkan pesaing-pesaingnya sebelum pengumuman penerimaan, maka orang ini telah melakukan sesuatu yang haram, sama dengan kelompok pertama. (2) Jika memberikan sejumlah uang atau benda lain itu karena kalau tidak melakukannya dia tidak akan mendapatkan haknya, padahal dia termasuk dalam 20 orang yang diterima, maka orang ini sebenarnya tidak berniat dan tidak suka melakukan itu, tapi karena ada oknum yang menghalangi haknya menjadi PNS maka terpaksa dia melakukannya. Menurut sebagian ulama, orang yang melakukan bentuk kedua ini tidak berdosa, karena melakukannya dengan terpaksa, jika tidak melakukan dia tidak akan mendapatkan haknya. Orang tersebut justru menjadi korban pemerasan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Tapi, menurut sebagian ulama yang lain memberikan sejumlah uang atau benda lain seperti disebutkan di atas, dalam bentuk dan keadaan apapun, termasuk suap dan tetap diharamkan karena dalil pengharaman suap itu umum, tidak ada yang mengkhususkannya. (Lihat Nailul Author, 9/172). Dalam hal ini, kami menasehatkan agar suap-menyuap itu dijauhi sedapat mungkin karena ia banyak menimbulkan kerusakan pada akhlak masyarakat dan sistem pemerintahan.
Berdasarkan rincian pada poin di atas, hukum menerima gaji PNS yang cara masuknya ada unsur suap dapat dibedakan seperti berikut; (1) orang yang tidak berhak atas pekerjaan yang dikehendakinya karena dia tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan, tetapi mendapatkannya juga karena suap, maka orang ini haram menerima gajinya. (2) orang yang berhak atas pekerjaan tersebut karena telah memenuhi syarat-syaratnya kemudian memberikan sejumlah uang atau benda lain supaya bisa mengalahkan pesaing-pesaingnya sebelum pengumuman penerimaan, orang ini berhak atas gajinya karena dia telah bekerja sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, tetapi tetap berdosa karena cara masuknya menzalimi orang lain dengan menyuap. (3) Orang yang berhak atas pekerjaannya sebagai PNS dan dia menjadi PNS dengan memberikan sejumlah uang atau benda lain karena terpaksa, kalau tidak memberikannya dia tidak akan mendapatkan haknya padahal sudah jelas ia diterima menjadi PNS, orang ini berhak atas gajinya dan gajinya itu halal.
Cara bertobat bagi PNS yang sudah terlanjur bekerja dan menerima gaji sedangkan dia masuk dengan cara suap yang diharamkan adalah dengan menyesali perbuatannya itu, berjanji tidak akan mengulanginya, memohon ampun kepada Allah, lalu melepaskan jabatannya itu dan mencari pekerjaan lain yang memberinya upah atau gaji yang halal. Dan bagi orang yang berhak atas pekerjaan tersebut tapi dia mendapatkannya dengan cara suap, cara bertaubatnya adalah dengan menyesali perbuatannya itu, berjanji tidak akan mengulanginya, memohon ampun kepada Allah dan bekerja dengan sebaik-baiknya disertai dengan banyak berinfak di jalan Allah.
Adapun memberikan sejumlah uang atau benda lain kepada seseorang yang membuat kita masuk menjadi PNS setelah SK turun tanpa ada perjanjian/ pemaksaan sebelumnya itu dibolehkan. Bahkan hal itu dianjurkan karena itu adalah sebagai tanda terima kasih kita atas kebaikannya kepada kita. Allah mengajari kita untuk membalas kebaikan dengan kebaikan dalam firmanNya:
Artinya: “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” [QS. ar-Rahman (55): 60]
Dan Nabi saw juga mengajarkan hal yang sama, sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut ini:
Namun perlu ditekankan di sini, bahwa memberi hadiah kepada pejabat atau pegawai yang membuat kita bisa lolos menjadi PNS itu sebaiknya dihindari, karena di samping termasuk salah satu bentuk tindak pidana korupsi juga dikhawatirkan termasuk dalam larangan Nabi saw dalam hadis berikut:
Wallahu a’lam bish-shawab.
Amar ma'ruf nahi munkar (al`amru bil-ma'ruf wannahyu'anil-mun'kar) adalah sebuah frasa dalam bahasa arab yang maksudnya sebuah perintah untuk mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik dan mencegah hal-hal yang buruk bagi masyarakat. Frasa ini dalam Islam hukumnya adalah wajib.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung” (QS : Ali Imran, 104)
Dari firman tersebut, Allah menyuruh agar kita senantiasa menjadi bagian dari golongan orang-orang yang menjalankan amar ma'ruf nahi mungkar.
Dalil amar ma'ruf nahi munkar adalah pada surah Luqman, yang berbunyi sebagai berikut:
“ | Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Luqman 17) | ” |
Jika kita tidak mau melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, maka Allah akan menyiksa kita dengan pemimpin yang zhalim dan menindas kita dan tidak mengabulkan segala doa kita:
Hendaklah kamu beramar ma’ruf (menyuruh berbuat baik) dan bernahi mungkar (melarang berbuat jahat). Kalau tidak, maka Allah akan menguasakan atasmu orang-orang yang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang yang baik-baik di antara kamu berdo’a dan tidak dikabulkan (do’a mereka). (HR. Abu Dzar)
Amar ma'ruf nahi munkar dilakukan sesuai kemampuan, yaitu dengan tangan (kekuasaan) jika dia adalah penguasa/punya jabatan, dengan lisan atau minimal membencinya dalam hati atas kemungkaran yang ada, dikatakan bahwa ini adalah selemah-lemahnya iman seorang mukmin.
PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN
Pemimpin
dan Kepemimpinan merupakan dua elemen yang saling berkaitan. Artinya,
kepemimpinan (style of the leader) merupakan cerminan dari karakter/perilaku
pemimpinnya (leader behavior). Perpaduan atau sintesis antara “leader behavior
dengan leader style” merupakan kunci keberhasilan pengelolaan organisasi; atau
dalam skala yang lebih luas adalah pengelolaan daerah atau wilayah, dan bahkan
Negara.
Banyak pakar manajemen yang mengemukakan pendapatnya tentang kepemimpinan. Dalam hal ini dikemukakan George R. Terry (2006 : 495), sebagai berikut: “Kepemimpinan adalah kegiatan-kegiatan untuk mempengaruhi orang orang agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan kelompok secara sukarela.”
Dari defenisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kepemimpinan ada keterkaitan antara pemimpin dengan berbagai kegiatan yang dihasilkan oleh pemimpin tersebut. Pemimpin adalah seseorang yang dapat mempersatukan orang-orang dan dapat mengarahkannya sedemikian rupa untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh seorang pemimpin, maka ia harus mempunyai kemampuan untuk mengatur lingkungan kepemimpinannya.
Kepemimpinan menurut Halpin Winer yang dikutip oleh Dadi Permadi (2000 : 35) bahwa : “Kepemimpinan yang menekankan dua dimensi perilaku pimpinan apa yang dia istilahkan “initiating structure” (memprakarsai struktur) dan “consideration” (pertimbangan). Memprakarsai struktur adalah perilaku pemimpin dalam menentukan hubungan kerja dengan bawahannya dan juga usahanya dalam membentuk pola-pola organisasi, saluran komunikasi dan prosedur kerja yang jelas. Sedangkan pertimbangan adalah perilaku pemimpin dalam menunjukkan persahabatan dan respek dalam hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya dalam suatu kerja.”
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan:
bahwa kepemimpinan adalah “proses mempengaruhi aktivitas seseorang atau kelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.”
Dari defenisi kepemimpinan itu dapat disimpulkan bahwa proses kepemimpinan adalah fungsi pemimpin, pengikut dan variabel situasional lainnya.
Perlu diperhatikan bahwa defenisi tersebut tidak menyebutkan
suatu jenis organisasi tertentu. Dalam situasi apa pun dimana seseorang berusaha mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok, maka sedang berlangsung kepemimpinan dari waktu ke waktu, apakah aktivitasnya dipusatkan dalam dunia usaha, pendidikan, rumah sakit, organisasi politik atau keluarga, masyarakat, bahkan bangsa dan negara.
Sedangkan George R Terry (2006 : 124), mengemukakan 8 (delapan) ciri mengenai kepemimpinan dari pemimpin yaitu :
(1) Energik, mempunyai kekuatan mental dan fisik;
(2) Stabilitas emosi, tidak
boleh mempunyai prasangka jelek terhadap bawahannya, tidak cepat marah dan
harus mempunyai kepercayaan diri yang cukup besar;
(3) Mempunyai pengetahuan
tentang hubungan antara manusia;
(4) Motivasi pribadi, harus mempunyai keinginan untuk menjadi pemimpin dan dapat memotivasi diri sendiri;
(4) Motivasi pribadi, harus mempunyai keinginan untuk menjadi pemimpin dan dapat memotivasi diri sendiri;
(5) Kemampuan berkomunikasi,
atau kecakapan dalam berkomunikasi dan atau bernegosiasi;
(6) Kemamapuan atau kecakapan dalam mengajar, menjelaskan, dan mengembangkan bawahan;
(6) Kemamapuan atau kecakapan dalam mengajar, menjelaskan, dan mengembangkan bawahan;
(7) Kemampuan sosial atau
keahlian rasa sosial, agar dapat menjamin kepercayaan dan kesetiaan bawahannya,
suka menolong, senang jika bawahannya maju, peramah, dan luwes dalam bergaul;
(8) Kemampuan teknik, atau kecakapan menganalisis, merencanakan,
mengorganisasikan wewenang, mangambil keputusan dan mampu menyusun konsep.
Kemudian,
kepemimpinan yang berhasil di abad globalisasi menurut Dave Ulrich adalah:
“Merupakan perkalian antara kredibilitas dan kapabilitas.” Kredibilitas adalah
ciri-ciri yang ada pada seorang pemimpin seperti kompetensi-kompetensi,
sifatsifat, nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang bisa dipercaya baik oleh
bawahan maupun oleh lingkungannya.
Sedangkan kapabilitas adalah kamampuan pemimpin dalam menata visi, misi, dan strategi serta dalam mengembangkan sumber-sumber daya manusia untuk kepentingan memajukan organisasi dan atau wilayah kepemimpinannya. ”Kredibilitas pribadi yang ditampilkan pemimpin yang menunjukkan kompetensi seperti mempunyai kekuatan keahlian (expert power) disamping adanya sifat-sifat, nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang positif (moral character) bila dikalikan dengan kemampuan pemimpin dalam menata visi, misi, dan strategi organisasi/ wilayah yang jelas akan merupakan suatu kekuatan dalam menjalankan roda organisasi/wilayah dalam rangka mencapai tujuannya.
Kepemimpinan Dalam IslamKepemimpinan Islam adalah kepemimpinan yang berdasarkan hukum Allah. Oleh karena itu, pemimpin haruslah orang yang paling tahu tentang hukum Ilahi. Setelah para imam atau khalifah tiada, kepemimpinan harus dipegang oleh para faqih yang memenuhi syarat-syarat syariat. Bila tak seorang pun faqih yang memenuhi syarat, harus dibentuk ‘majelis fukaha’.”
Sesungguhnya, dalam Islam, figur pemimpin ideal yang menjadi contoh dan suritauladan yang baik, bahkan menjadi rahmat bagi manusia (rahmatan linnas) dan rahmat bagi alam (rahmatan lil’alamin) adalah Muhammad Rasulullah Saw., sebagaimana dalam firman-Nya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS.al-Ahzab [33]: 21).
Sebenarnya, setiap manusia adalah pemimpin, minimal pemimpin terhadap seluruh metafisik dirinya. Dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas segala kepemimpinannya. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam sabda Rasulullah Saw., yang maknanya sebagai berikut : “Ingatlah! Setiap kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya, seorang suami adalah pemimpin keluarganya dan ia akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya, wanita adalah pemimpin bagi kehidupan rumah tangga suami dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya. Ingatlah! Bahwa kalian adalah sebagai pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya,” (Al-Hadits).
Kemudian, dalam Islam seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki sekurang-kurangnya 4 (empat) sifat dalam menjalankan kepemimpinannya, yakni : Siddiq, Tabligh, Amanah dan Fathanah (STAF):
(1) Siddiq
(jujur) sehingga ia dapat dipercaya;
(2) Tabligh
(penyampai) atau kemampuan berkomunikasi dan bernegosiasi;
(3) Amanah
(bertanggung jawab) dalam menjalankan tugasnya;
(4) Fathanah
(cerdas) dalam membuat perencanaan, visi, misi, strategi dan mengimplementasikannya.
Selain itu, juga dikenal ciri pemimpin Islam dimana Nabi Saw pernah bersabda: “Pemimpin suatu kelompok adalah pelayan kelompok tersebut.” Oleh sebab itu, pemimpin hendaklah ia melayani dan bukan dilayani, serta menolong orang lain untuk maju. Dr. Hisham Yahya Altalib (1991 : 55), mengatakan ada beberapa ciri penting yang menggambarkan kepemimpinan Islam yaitu :
Pertama, Setia kepada Allah.
Pemimpin dan orang yang dipimpin terikat dengan kesetiaan kepada Allah;
Kedua, Tujuan Islam secara
menyeluruh. Pemimpin melihat tujuan organisasi bukan saja berdasarkan
kepentingan kelompok, tetapi juga dalam ruang lingkup kepentingan Islam yang
lebih luas;
Ketiga, Berpegang pada
syariat dan akhlak Islam. Pemimpin terikat dengan peraturan Islam, dan boleh
menjadi pemimpin selama ia berpegang teguh pada perintah syariah.
Dalam mengendalikan urusannya ia harus patuh kepada adab-adab Islam, khususnya ketika berurusan dengan golongan oposisi atau orang-orang yang tak sepaham;
Keempat, Pengemban amanat. Pemimpin menerima kekuasaan sebagai amanah dari Allah Swt., yang disertai oleh tanggung jawab yang besar. Al-Quran memerintahkan pemimpin melaksanakan tugasnya untuk Allah dan menunjukkan sikap yang baik kepada pengikut atau bawahannya.
Dalam Al-Quran Allah Swt berfirman : “(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. al-Hajj [22]:41).
Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah adanya prinsip-prinsip
dasar dalam kepemimpinan Islam yakni : Musyawarah; Keadilan; dan Kebebasan berfikir.
dasar dalam kepemimpinan Islam yakni : Musyawarah; Keadilan; dan Kebebasan berfikir.
Secara ringkas penulis ingin mengemukakan bahwasanya pemimpin Islam bukanlah kepemimpinan tirani dan tanpa koordinasi. Tetapi ia mendasari dirinya dengan prinsip-prinsip Islam. Bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya secara obyektif dan dengan penuh rasa hormat, membuat keputusan seadil-adilnya, dan berjuang menciptakan kebebasan berfikir, pertukaran gagasan yang sehat dan bebas, saling kritik dan saling menasihati satu sama lain sedemikian rupa, sehingga para pengikut atau bawahan merasa senang mendiskusikan persoalan yang menjadi kepentingan dan tujuan bersama. Pemimpin Islam bertanggung jawab bukan hanya kepada pengikut atau bawahannya semata, tetapi yang jauh lebih penting adalah tanggung jawabnya kepada Allah Swt. selaku pengemban amanah kepemimpinan. Kemudian perlu dipahami bahwa seorang muslim diminta memberikan nasihat bila diperlukan, sebagaimana Hadits Nabi dari :Tamim bin Aws meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Saw. pernah bersabda:
“Agama adalah nasihat.” Kami
berkata: “Kepada siapa?”
Beliau menjawab: “Kepada
Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, Pemimpin umat Islam dan kepada masyarakat kamu.”
Setiap manusia yang terlahir dibumi dari yang pertama hingga yang terakhir adalah seorang pemimpin, setidaknya ia adalah seorang pemimpin bagi dirinya sendiri. Bagus tidaknya seorang pemimpin pasti berimbas kepada apa yang dipimpin olehnya. Karena itu menjadi pemimpin adalah amanah yang harus dilaksanakan dan dijalankan dengan baik oleh pemimpin tersebut,karena kelak Allah akan meminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya itu. Dalam Islam sudah ada aturan-aturan yang berkaitan tentang pemimpin yang baik diantaranya :
1. Beriman dan Beramal Shaleh. Ini sudah pasti tentunya. Kita harus memilih pemimpin orang yang beriman, bertaqwa, selalu menjalankan perintah Allah dan rasulnya. Karena ini merupakan jalan kebenaran yang membawa kepada kehidupan yang damai, tentram, dan bahagia dunia maupun akherat. Disamping itu juga harus yang mengamalkan keimanannya itu yaitu dalam bentuk amal soleh.
2. Niat yang Lurus. “Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena urusan dunia yang ingin digapainya atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya tersebut” Karena itu hendaklah menjadi seorang pemimpin hanya karena mencari keridhoan ALLAH saja dan sesungguhnya kepemimpinan atau jabatan adalah tanggung jawab dan beban, bukan kesempatan dan kemuliaan.
3. Laki-Laki. Dalam Al-qur'an surat An nisaa' (4) :34 telah diterangkan bahwa laki laki adalah pemimpin dari kaum wanita.“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri (maksudnya tidak berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara ““Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada seorang wanita.”(Hadits Riwayat Al-Bukhari dari Hadits Abdur Rahman bin Abi Bakrah dari ayahnya).
4. Tidak Meminta JabatanRasullullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu,”Wahai Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
5. Berpegang pada Hukum Allah. Ini salah satu kewajiban utama seorang pemimpin.Allah berfirman,”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (al-Maaidah:49).
6. Memutuskan Perkara Dengan AdilRasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezhalimannya.” (Riwayat Baihaqi dari Abu Hurairah dalam kitab Al-Kabir).
7. Menasehati rakyat. Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin lalu ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak menasehati mereka, kecuali pemimpin itu tidak akan masuk surga bersama mereka (rakyatnya).”
8. Tidak Menerima Hadiah. Seorang rakyat yang memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti mempunyai maksud tersembunyi, entah ingin mendekati atau mengambil hati.Oleh karena itu, hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari rakyatnya. Rasulullah bersabda,” Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” (Riwayat Thabrani).
9. Tegas. Ini merupakan sikap seorang pemimpin yang selalu di idam-idamkan oleh rakyatnya. Tegas bukan berarti otoriter, tapi tegas maksudnya adalah yang benar katakan benar dan yang salah katakan salah serta melaksanakan aturan hukum yang sesuai dengan Allah, SWT dan rasulnya.
10. Lemah Lembut. Doa Rasullullah :"Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya"
Selain poin- poin yang ada di atas seorang pemimpin dapat dikatakan baik bila ia memiliki STAF. STAF disini bukanlah staf dari pemimpin, melainkan sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin tersebut. STAF yang dimaksud di sini adalah Sidiq(jujur), Tablig (menyampaikan), amanah(dapat dipercaya), fatonah (cerdas) Sidiq itu berarti jujur.Bila seorang pemimpin itu jujur maka tidak adalagi KPK karena tidak adalagi korupsi yang terjadi dan jujur itu membawa ketenangan, kitapun diperintahkan jujur walaupun itu menyakitkan.Tablig adalah menyampaikan, menyampaikan disini dapat berupa informasi juga yang lain. Selain menyampaikan seorang pemimpin juga tidak boleh menutup diri saat diperlukan rakyatnya karena Rasulullah bersabda, ”Tidaklah seorang pemimpin atau pemerintah yang menutup pintunya terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinannya.” (Riwayat Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).Amanah berarti dapat dipercaya. Rasulullah bersabda,” Jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak mereka.” (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim). Karena itu seorang pemimpin harus ahli sehingga dapat dipercaya.Fatonah ialah cerdas.
Seorang pemimpin tidak hanya perlu jujur, dapat dipercaya, dan dapat menyampaikan tetapi juga cerdas. Karena jika seorang pemimpin tidak cerdas maka ia tidak dapat menyelesaikan masalah rakyatnya dan ia tidak dapat memajukan apa yang dipimpinnya.
Setiap manusia yang terlahir dibumi dari yang pertama hingga yang terakhir adalah seorang pemimpin, setidaknya ia adalah seorang pemimpin bagi dirinya sendiri. Bagus tidaknya seorang pemimpin pasti berimbas kepada apa yang dipimpin olehnya. Karena itu menjadi pemimpin adalah amanah yang harus dilaksanakan dan dijalankan dengan baik oleh pemimpin tersebut,karena kelak Allah akan meminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya itu. Dalam Islam sudah ada aturan-aturan yang berkaitan tentang pemimpin yang baik diantaranya :
1. Beriman dan Beramal Shaleh. Ini sudah pasti tentunya. Kita harus memilih pemimpin orang yang beriman, bertaqwa, selalu menjalankan perintah Allah dan rasulnya. Karena ini merupakan jalan kebenaran yang membawa kepada kehidupan yang damai, tentram, dan bahagia dunia maupun akherat. Disamping itu juga harus yang mengamalkan keimanannya itu yaitu dalam bentuk amal soleh.
2. Niat yang Lurus. “Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena urusan dunia yang ingin digapainya atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya tersebut” Karena itu hendaklah menjadi seorang pemimpin hanya karena mencari keridhoan ALLAH saja dan sesungguhnya kepemimpinan atau jabatan adalah tanggung jawab dan beban, bukan kesempatan dan kemuliaan.
3. Laki-Laki. Dalam Al-qur'an surat An nisaa' (4) :34 telah diterangkan bahwa laki laki adalah pemimpin dari kaum wanita.“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri (maksudnya tidak berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara ““Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada seorang wanita.”(Hadits Riwayat Al-Bukhari dari Hadits Abdur Rahman bin Abi Bakrah dari ayahnya).
4. Tidak Meminta JabatanRasullullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu,”Wahai Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
5. Berpegang pada Hukum Allah. Ini salah satu kewajiban utama seorang pemimpin.Allah berfirman,”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (al-Maaidah:49).
6. Memutuskan Perkara Dengan AdilRasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezhalimannya.” (Riwayat Baihaqi dari Abu Hurairah dalam kitab Al-Kabir).
7. Menasehati rakyat. Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin lalu ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak menasehati mereka, kecuali pemimpin itu tidak akan masuk surga bersama mereka (rakyatnya).”
8. Tidak Menerima Hadiah. Seorang rakyat yang memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti mempunyai maksud tersembunyi, entah ingin mendekati atau mengambil hati.Oleh karena itu, hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari rakyatnya. Rasulullah bersabda,” Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” (Riwayat Thabrani).
9. Tegas. Ini merupakan sikap seorang pemimpin yang selalu di idam-idamkan oleh rakyatnya. Tegas bukan berarti otoriter, tapi tegas maksudnya adalah yang benar katakan benar dan yang salah katakan salah serta melaksanakan aturan hukum yang sesuai dengan Allah, SWT dan rasulnya.
10. Lemah Lembut. Doa Rasullullah :"Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya"
Selain poin- poin yang ada di atas seorang pemimpin dapat dikatakan baik bila ia memiliki STAF. STAF disini bukanlah staf dari pemimpin, melainkan sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin tersebut. STAF yang dimaksud di sini adalah Sidiq(jujur), Tablig (menyampaikan), amanah(dapat dipercaya), fatonah (cerdas) Sidiq itu berarti jujur.Bila seorang pemimpin itu jujur maka tidak adalagi KPK karena tidak adalagi korupsi yang terjadi dan jujur itu membawa ketenangan, kitapun diperintahkan jujur walaupun itu menyakitkan.Tablig adalah menyampaikan, menyampaikan disini dapat berupa informasi juga yang lain. Selain menyampaikan seorang pemimpin juga tidak boleh menutup diri saat diperlukan rakyatnya karena Rasulullah bersabda, ”Tidaklah seorang pemimpin atau pemerintah yang menutup pintunya terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinannya.” (Riwayat Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).Amanah berarti dapat dipercaya. Rasulullah bersabda,” Jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak mereka.” (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim). Karena itu seorang pemimpin harus ahli sehingga dapat dipercaya.Fatonah ialah cerdas.
Seorang pemimpin tidak hanya perlu jujur, dapat dipercaya, dan dapat menyampaikan tetapi juga cerdas. Karena jika seorang pemimpin tidak cerdas maka ia tidak dapat menyelesaikan masalah rakyatnya dan ia tidak dapat memajukan apa yang dipimpinnya.
dalam Organisasi
Reward dan punishment merupakan dua bentuk metode dalam memotivasi seseorang untuk melakukan kebaikan dan meningkatkan prestasinya. Kedua metode ini sudah cukup lama dikenal dalam dunia kerja. Tidak hanya dalam dunia kerja, dalam dunia penidikan pun kedua ini kerap kali digunakan. Namun selalu terjadi perbedaan pandangan, mana yang lebih diprioritaskan antara reward dengan punishment ?
Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Dalam konsep manajemen, reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para pegawai. Metode ini bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya.
Sementara punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi. Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang positif, maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang supaya mereka jangan membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik.
Pada dasarnya keduanya sama-sama dibutuhkan dalam memotivasi seseorang, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam meningkatkan kinerjanya. Keduanya merupakan reaksi dari seorang pimpinan terhadap kinerja dan produktivitas yang telah ditunjukkan oleh bawahannya; hukuman untuk perbuatan jahat dan ganjaran untuk perbuatan baik. Melihat dari fungsinya itu, seolah keduanya berlawanan, tetapi pada hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih baik, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam bekerja.
Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Dalam konsep manajemen, reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para pegawai. Metode ini bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya.
Sementara punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi. Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang positif, maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang supaya mereka jangan membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik.
Pada dasarnya keduanya sama-sama dibutuhkan dalam memotivasi seseorang, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam meningkatkan kinerjanya. Keduanya merupakan reaksi dari seorang pimpinan terhadap kinerja dan produktivitas yang telah ditunjukkan oleh bawahannya; hukuman untuk perbuatan jahat dan ganjaran untuk perbuatan baik. Melihat dari fungsinya itu, seolah keduanya berlawanan, tetapi pada hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih baik, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam bekerja.
Reward And Punishment dalam Organisasi
Dalam berorganisai misalnya, pemberlakuan metode Reward And Punishment merupakan hal yang penting untuk membentuk pribadi dari warga organisasi tersebut. Jika Punishment menghasilkan efek jera, maka Reward akan menghasilkan efek sebaliknya yaitu ketauladanan, untuk membuat Reward dan Punishment dapat berjalan denga baik diperlukan nya konsistensi yang dapat menjamin bahwa reward yang diberikan haruslah bersifat konkrit (bermanfaat), dan Punishment yang diberikan bersifat keras dan tidak pandang bulu.
Secara teori, penerapan reward dan punishment secara konsekuen dapat membawa pengaruh positif, antara lain:
1. Mekanisme dan sistem kerja di Suatu Organisai menjadi lebih baik, karena adanya tolak ukur kinerja yang jelas.
2. Kinerja individu dalam suatu Organisasi semakin meningkat, karena adanya sistem pengawasan yang obyektif dan tepat sasaran.
3. Adaya kepastian indikator kinerja yang menjadi ukuran kuantitatif maupun kualitatif tingkat pencapaian kinerja para individu Organisai.
Orang-orang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, sebagai saksi karena Allah, dan janganlah kebencian orang kepadamu membuat kamu berlaku tidak adil. Berlakulah adil. Itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah Maha Tahu apa yang kamu kerjakan. (Al-Maidah [5]: 8)
HUKUM MENYUAP UNTUK MENJADI
PEGAWAI NEGERI
Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” [QS. al-Baqarah (2): 188]
Dan hadis Nabi Muhammad saw seperti berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرو قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَعَنَ اللهُ الرَّاشِي وَاْلمُرْتَشِي. [رواه ابن حبان]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru katanya: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: ‘Allah melaknat pemberi suap dan penerima suap’.” [HR. Ibn Hibban]Selain itu, para ulama telah berijma’ bahwa suap-menyuap itu hukumnya haram. Di antara yang meriwayatkan adanya ijma’ atas pengharaman suap-menyuap adalah As-Syaukani dan As-San’ani. Namun pemberi sejumlah uang atau benda lain dalam hal menjadi PNS ini, dapat dirinci menjadi dua kelompok: Pertama, orang yang tidak berhak atas pekerjaan yang dikehendakinya karena dia tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan. Misalnya, seorang lulusan S-1 memberikan sejumlah uang atau benda lain untuk diterima menjadi PNS, padahal syaratnya adalah lulusan S-2. Kedua, orang yang berhak atas pekerjaan tersebut karena telah memenuhi syarat-syaratnya, dan kemudian akan diseleksi untuk menentukan siapa yang diterima. Misalnya, dalam suatu pendaftaran CPNS dibutuhkan 20 orang, namun pendaftar yang memenuhi syarat berjumlah 150 orang. Di antara mereka, ada yang memberikan sejumlah uang atau benda lain agar masuk dalam 20 orang yang diterima.
Kelompok pertama jelas melakukan sesuatu yang diharamkan karena melakukan suap atas sesuatu yang bukan haknya dan ini berarti merampas hak orang lain (mendzalimi orang lain). Sementara kelompok kedua yang berhak atas pekerjaan tersebut dapat dirinci lagi menjadi dua bentuk, yaitu: (1) Jika memberikan sejumlah uang atau benda lain itu dilakukan supaya bisa mengalahkan pesaing-pesaingnya sebelum pengumuman penerimaan, maka orang ini telah melakukan sesuatu yang haram, sama dengan kelompok pertama. (2) Jika memberikan sejumlah uang atau benda lain itu karena kalau tidak melakukannya dia tidak akan mendapatkan haknya, padahal dia termasuk dalam 20 orang yang diterima, maka orang ini sebenarnya tidak berniat dan tidak suka melakukan itu, tapi karena ada oknum yang menghalangi haknya menjadi PNS maka terpaksa dia melakukannya. Menurut sebagian ulama, orang yang melakukan bentuk kedua ini tidak berdosa, karena melakukannya dengan terpaksa, jika tidak melakukan dia tidak akan mendapatkan haknya. Orang tersebut justru menjadi korban pemerasan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Tapi, menurut sebagian ulama yang lain memberikan sejumlah uang atau benda lain seperti disebutkan di atas, dalam bentuk dan keadaan apapun, termasuk suap dan tetap diharamkan karena dalil pengharaman suap itu umum, tidak ada yang mengkhususkannya. (Lihat Nailul Author, 9/172). Dalam hal ini, kami menasehatkan agar suap-menyuap itu dijauhi sedapat mungkin karena ia banyak menimbulkan kerusakan pada akhlak masyarakat dan sistem pemerintahan.
Berdasarkan rincian pada poin di atas, hukum menerima gaji PNS yang cara masuknya ada unsur suap dapat dibedakan seperti berikut; (1) orang yang tidak berhak atas pekerjaan yang dikehendakinya karena dia tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan, tetapi mendapatkannya juga karena suap, maka orang ini haram menerima gajinya. (2) orang yang berhak atas pekerjaan tersebut karena telah memenuhi syarat-syaratnya kemudian memberikan sejumlah uang atau benda lain supaya bisa mengalahkan pesaing-pesaingnya sebelum pengumuman penerimaan, orang ini berhak atas gajinya karena dia telah bekerja sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, tetapi tetap berdosa karena cara masuknya menzalimi orang lain dengan menyuap. (3) Orang yang berhak atas pekerjaannya sebagai PNS dan dia menjadi PNS dengan memberikan sejumlah uang atau benda lain karena terpaksa, kalau tidak memberikannya dia tidak akan mendapatkan haknya padahal sudah jelas ia diterima menjadi PNS, orang ini berhak atas gajinya dan gajinya itu halal.
Cara bertobat bagi PNS yang sudah terlanjur bekerja dan menerima gaji sedangkan dia masuk dengan cara suap yang diharamkan adalah dengan menyesali perbuatannya itu, berjanji tidak akan mengulanginya, memohon ampun kepada Allah, lalu melepaskan jabatannya itu dan mencari pekerjaan lain yang memberinya upah atau gaji yang halal. Dan bagi orang yang berhak atas pekerjaan tersebut tapi dia mendapatkannya dengan cara suap, cara bertaubatnya adalah dengan menyesali perbuatannya itu, berjanji tidak akan mengulanginya, memohon ampun kepada Allah dan bekerja dengan sebaik-baiknya disertai dengan banyak berinfak di jalan Allah.
Adapun memberikan sejumlah uang atau benda lain kepada seseorang yang membuat kita masuk menjadi PNS setelah SK turun tanpa ada perjanjian/ pemaksaan sebelumnya itu dibolehkan. Bahkan hal itu dianjurkan karena itu adalah sebagai tanda terima kasih kita atas kebaikannya kepada kita. Allah mengajari kita untuk membalas kebaikan dengan kebaikan dalam firmanNya:
Artinya: “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” [QS. ar-Rahman (55): 60]
Dan Nabi saw juga mengajarkan hal yang sama, sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ لاَ يَشْكُرُ اللهَ. [رواه الترمذي]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: ‘Barangsiapa tidak berterima kasih kepada orang lain berarti tidak bersyukur kepada Allah’.” [HR. at-Tirmidzi]Namun perlu ditekankan di sini, bahwa memberi hadiah kepada pejabat atau pegawai yang membuat kita bisa lolos menjadi PNS itu sebaiknya dihindari, karena di samping termasuk salah satu bentuk tindak pidana korupsi juga dikhawatirkan termasuk dalam larangan Nabi saw dalam hadis berikut:
عَنِ الزُّهْرِي أَنَّهُ سَمِعَ عُرْوَةَ أَخْبَرَنَا أَبُو حُمَيْدِ السَّاعِدِي قَالَ اسْتَعْمَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلاً مِنَ بَنَي أَسَدٍ يُقَالُ لَهُ ابْنُ اْلأُتْبِيَّةِ عَلَى صَدَقَةٍفَلَمَّا قَدَمَ قَالَ هَذَا لَكُمْ وَهَذَا أُهْدِيَ لِي فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سُفْيَانُ أَيْضًا فَصَعَدَ اْلمِنْبَرَ فَحَمِدَ اللهُ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ:مَا بَالُ الْعَامِلِ نَبْعَثُهُ فَيَأْتِي فَيَقُولُ هَذَا لَكَ وَهَذَا لِي فهلا جَلَسَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ فَيَنْظُرَ أَيُهْدَى لَهُ أَمْ لاَ ؟ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ يَأْتِي بِشَيْءٍ إِلاَّ جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةً تَيْعَرُ ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَتِي إِبْطِيهِ أَلاَ هَلْ بَلَّغْتُ ثَلاَثًا. [رواه البخاري]
Artinya: “Diriwayatkan dari Zuhri bahwa dia mendengar Urwah berkata: Abu Humaid as-Saidi berkata: Nabi saw menjadikan seorang laki-laki dari Bani Asad yang disebut Ibn al-Utbiyah sebagai pegawai (pemungut) zakat. Ketika kembali dia berkata: “Ini untukmu, dan ini dihadiahkan kepadaku”. Maka Nabi Saw. segera berdiri di atas mimbar. Sufyan juga berkata: Maka beliau segera naik mimbar lalu memuji dan memuja Allah lalu bersabda: “Bagaimana perilaku pegawai yang kami utus lalu kembali dengan mengatakan: “Ini untukmu dan ini untukku. Tidakkah ia duduk saja di rumah ayah atau ibunya lalu melihat apakah ia diberi hadiah atau tidak? Demi Zat yang jiwaku ada di tanganNya, pegawai itu tidak mengambil sesuatu (yang bukan haknya) melainkan pada hari kiamat akan dikalungkannya di lehernya: Jika yang diambilnya itu onta maka ia akan mempunyai suara onta. Jika yang diambilnya sapi betina maka ia akan mempunyai suara sapi betina. Dan jika yang diambilnya itu kambing maka ia akan mempunyai suara kambing”. Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami melihat bulu kedua ketiaknya. “Sungguh aku telah menyampaikan.” Beliau mengucapkannya tiga kali”.” [HR. al-Bukhari]Wallahu a’lam bish-shawab.
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid, Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar